BANGSA INDONESIA DAN ASAL-USULNYA
Konsep Suku Bangsa
Kelompok etnik atau suku bangsa adalah suatu golongan manusia yang anggota-anggotanya mengidentifikasikan
dirinya dengan sesamanya, biasanya berdasarkan garis
keturunan yang dianggap sama. Identitas suku
pun ditandai oleh pengakuan dari orang lain akan ciri khas kelompok tersebut dan oleh kesamaan budaya,bahasa, agama, perilaku atau ciri-ciri biologis. Etnisitas adalah sebuah faktor
fundamental dalam kehidupan manusia yang
merupakan gejala yang
terkandung dalam pengalaman manusia. Proses-proses dalam melahirkan identifikasi
seperti itu disebut etnogenesis.
Penentuan suku ditentukan oleh kesepakatan tertentu. Di
Indonesia sebagian besar suku mengikuti garis keturunan ayah (patrilinial). Namun
ada pula yang menganut garis matrilineal, contohnya suku Minang di
Sumatera Barat. Tak menutup kemungkinan bagi suku untuk mengadopsi suku atas
garis ayah dan ibu, misalnya suku Jawa. Beberapa suku di Indonesia yang
ditentukan berdasarkan percampuran ras, seperti sebutan “orang peranakan”
untuk campuran bangsa Melayu dengan Tionghoa, “orang Indo” sebutan campuran bule dengan bangsa Melayu, “orang Mestis”
untuk campuran Hispanik dengan bumiputera, “orang Mulato” campuran ras Negro dengan ras Kaukasoid, Eurosia, dan
sebagainya.
Suku bangsa adalah suatu golongan
manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitas akan kesatuan kebudayaan.
Menurut para ahli antropologi selain meneliti besar-kecilnya jumlah penduduk
dalam kesatuan masyarakat suku bangsa, mereka juga membedakan kesatuan
masyarakat suku-suku bangsa di dunia.
Berdasarkan atas kriteria mata pencaharian dan sistem ekonomi, yaitu:
a. Masyarakat Pemburu dan Peramu (Hunting and Gathering Societies)
b. Masyarakat Peternak (Pastoral
societies)
c. Masyarakat Peladang (Societies of Shifting Cultivators)
d. Masyarakat Nelayan (Fishing Communities)
e. Masyarakat Petani Pedesaan (Peasant Communities)
f. Masyarakat Perkotaan Kompleks (Complex Urban Societies)
Konsep Daerah
Kebudayaan
Daerah kebudayaan (Culture Area) merupakan suatu penggabungan atau
penggolongan (yang dilakukan oleh para ahli antropologi) dari suku-suku bangsa
yang dalam masing-masing kebudayaannya beraneka ragam dengan mempunyai beberapa
unsur yang serupa.
Konsep daerah
kebudayaan dari Wissler
Konsep Culture
Area Wissler merupakan
pembagian dari kebudayaan-kebudayaan Indian di Amerika ke dalam daerah-daerah
yang merupakan kesatuan mengenai corak kebudayaan-kebudayaan di dalamnya.
Konsep Culture Area dikembangkan karena kebutuhan Wissler
untuk mengklasifikasikan benda-benda dari kebudayaan-kebudayaan suku bangsa
Indian yang tinggal terpencar di Benua Amerika Utara ke dalam golongan-golongan
tertentu guna pameran di museum.
Suatu Culture
Area menggolongkan
berpuluh-puluh kebudayaan yang masing-masing berbeda ke dalam satu golongan,
berdasarkan atas persamaan dari sejumlah ciri yang mencolok dalam
kebudayaan-kebudayaan tersebut. Ciri-ciri itu tidak hanya berupa unsur
kebendaan, seperti alat-alat berburu, alat-alat bertani, senjata, ornamen,
bentuk dan gaya pakaian, bentuk tempat kediaman dan sebagainya, tetapi juga
unsur-unsur yang lebih abstrak, seperti unsur-unsur sistem organisasi sosial, dasar-dasar
mata pencaharian hidup, sistem perekonomian, upacara keagamaan, dan sebagainya.
Ciri-ciri mencolok yang sama dalam sejumlah kebudayaan menjadi alasan untuk
klasifikasi. Biasanya hanya beberapa kebudayaan di pusat suatu Culture Area yang menunjukkan persamaan-persamaan
yang besar dari unsur-unsur alasan tadi. Makin jauh dari pusat, makin berkurang
pulalah jumlah unsur alasan yang sama, dan akhirnya persamaan itu habis, lalu
mulailah kita masuk ke dalam suatu Culture
Area tetangga. Dengan
demikian garis-garis yang membatasi dua buahCulture Area tidak pernah jelas, karena pada
daerah perbatasan itu unsur-unsur dari keduaCulture Area itu selalu tampak bercampur.
Ras, Bahasa, dan Kebudayaan
Sekelompok manusia yang mempunyai
ciri-ciri ras tertentu yang sama, belum tentu mempunyai bahasa induk yang sama
di daerah tertentu. Dengan adanya
perbedaan ras antar manusia di dunia ini, akan mencapai kemantapan dalam waktu
yang cukup lama ketika manusia menyebar ke seluruh penjuru dunia dan membuat
kebudayaan baru dengan induk bahasa yang berbeda.
Perbedaan ras antar manusia di muka bumi mencapai suatu
kemantapan sejak beratus ribu tahun yang lalu, ketika persebaran ras-ras homo
sapiens mencapai jarak maksimalnya. Kemantapan proses percabangan dan
persebaran keluarga bahasa terjadi kemudian, yaitu sejak beberapa puluh ribu
tahun yang lalu, sedangkan pembentu kan dan penyebaran aneka warna kebudayaan
di muka bumi merupakan proses yang terjadi pada akhir zaman prehistori dan
selama zaman histori, yaitu sekitar tiga hingga empat ribu tahun yang lalu.
Pada saat ini, komunikasi antar manusia dan mobilitas manusia
di seluruh penjuru dunia makin meluas, maka pembauran antar manusia dari aneka
warna ras, bahasa, dan kebudayaan juga makin intensif. Meskipun demikian, untuk
keperluan analisis antropologi, secara historis kita perlu mengetahui pola-pola
penyebaran yang asli dari aneka warna ras, bahasa, dan kebudayaan di muka bumi.
Suku Bangsa adalah suatu
golongan manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitas akan kesatuan kebudayaan, sedangakn
kesadaran dan identitas tadi sering kali (tetapi tidak selalu) di kaitkan oleh
kesatuan bangsa (Koentjaraningrat, 1989:264)Jadi sebenarnya kajian suku bangsa
yang paling sedrhana adalah pada kesadaran dari suatu golongan manusia.
meskipun ada pengenertian yang lebih luasnya.
Dengan kesatuan kebudayaan
suku bangsa yang mempunyai ciri pembeda antara satu suku bangsa dengan suku
bangsa yang lain, tentunya yang memerlukan kajian secara mendalam untuk
mendapatkan gambaran utuh tentang bentuk masyarakt tentang kekhasan budaya.
Cara membuat batasan tentang
kompleksitas kebudayaan suku bangsa yang beraneka warna di dunia. Ada banyak
cara, tetapi cara yang dulu sering digunakan adalah menggunakan kerangka besar
untuk membedakan kesatuan masyarakat suku bangsa berdasarkan kriteria mata
pencaharian sistem ekonomi ke dalam enam macam:
1.
Masyrakat Pemburu dan Peramu
2.
Masyarakat Peladang
3.
Masyarakat Nelayan
4.
Masyarakat Petani Pedesaan
5.
Masyarakat Perkotaan Kompleks
Asal mula dan sejarah suku
bangsa
Menurut
buku-buku sejarah, bangsa kita berasal dari Indocina. Masih ada juga yang
memperdebatkan asal-usulnya. Namun demikian, tidak dapat dibantah bahwa nenek
moyang kita berasal dari lokasi tertentu, dan lokasi itu bukan di negeri ini. Apakah itu di Indocina atau Filipina-
itu adalah masalah teknis. Yang jelas, bangsa kita berasal dari tempat lain,
yang secara pengaturan alam dan surga, datang dan diam di negeri ini.
Bila
kita terus bertanya perihal asal mula bangsa kita, pada satu titik, kita akan
menyebutkan bahwa manusia berasal dari satu tempat. Buku-buku sejarah yang ada
atau pun buku-buku lain yang dipercaya oleh banyak orang bisa menyebut nama dan
lokasinya. Kitab Suci misalnya, menyebutkan bahwa manusia berasal dari Taman
Eden, yang diperkirakan berada di seputar Irak dan lokasinya diapit oleh dua
sungai: Sungai Tigris dan Sungai Euphrate.
Teori
Evolusi mencoba memberikan alternatif lain tentang asal-usul manusia. Menurut
teori ini, manusia berasal dari binatang; manusia berasal dari eksistensi yang
lebih rendah Orang lain bisa berargumentasi dan mempertahankan teori ini.
Namun, pandangan Teori Evlolusi sulit diterima. Mayoritas hanya mereka yang
tidak percaya kepada Kitab Suci akan menerimanya.
Manusia
bukan berasal dari kera, tetapi berasal dari manusia sebelumnya, yang bila
ditelusuri lebih lanjut, berasal dari manusia pertama, yaitu Adam. Adam jugalah
nenek moyang segala bangsa. Apakah bangsa dari Amerika, dari Eropah, dari Asia,
dari Afrika, atau dari Australia- nenek moyangnya adalah satu dan hanya ada
satu ras dimuka bumi ini, yaitu ras manusia. Adamlah nama yang paling tepat
kalau mau menyebut asal-usul manusia. Begitu juga dengan bangsa Indonesia; nenek moyang kita sama dengan nenek
moyang bangsa lain; dan kedua nenek moyang itu berasal dari satu sosok, yaitu
Adam.
Karena
bangsa kita memiliki satu nenek moyang, tidak pantas membedakan orang Jawa,
orangBatak, orang Cina, orang Bugis dan suku-suku lainnya. Tidak pantas
membedakan suku yang satu dengan suku-suku lain sekalipun perawakannya, tradisi,
bahasa, ataupun kebiasaan dan keberhasilan dalam hidup berbeda. Tidak tepat
juga menyebut istilah non-pribumi kepada ras tertentu. Tidak berlaku istilah
penduduk asli, yang hanya mengacu kepada keturunan suku Melayu. Hanya ada orang
Indonesia. Asal-usulnya satu, yaitu Indocina, atau mau bila ditelusuri, berasal
dari Taman Eden.
Darimana asal sesungguhnya
Bangsa Indonesia? Ada banyak versi untuk menjawab pertanyaan
tersebut. Dari semua versi,
keseluruhannya berpendapat sama jika lelulur masyarakat Indonesia yang sekarang
ini mendiami Nusantara adalah bangsa pendatang. Penelitian arkeologi dan ilmu
genetika memberikan bukti kuat jika leluhur Bangsa Indonesia bermigrasi dari
wilayah Asia ke wilayah Asia bagian Selatan. Masyarakat Indonesia mungkin
banyak yang tidak menyadari apabila perbedaan warna kulit, suku, ataupun bahasa
tidak menutupi fakta suatu bangsa yang memiliki rumpun sama, yaitu rumpun
Austronesia. Jika melihat catatan penelitian dan kajian ilmiah tentang
asal-usul suatu bangsa, apakah masyarakat Indonesia menyadari jika mereka
berasal (keturunan) dari leluhur yang sama (satu rumpun)?
Topik dalam tulisan ini sebelumnya sudah sering
dibahas di media cetak maupun elektronik, termasuk juga dituliskan oleh
beberapa blogger. Sayang sekali di setiap penulisan tidak memberikan penegasan
apapun kecuali hanya sekedar informasi
umum. Pada prinsipnya, dengan menelusuri asal-usul suatu bangsa, setidaknya
akan diketahui gambaran atas pemikiran, paham, ataupun anggapan tentang sikap
suatu bangsa.
Menelusuri asal-usul suatu bangsa tidak sekedar
membutuhkan bidang ilmu antropologi, akan tetapi sudah masuk ke dalam ranah
ilmu genetika. Pada awalnya, penelurusuran hanya didasarkan pada bukti-bukti
arkeologi dan pola penuturan bahasa. Temuan terbaru cukup mengejutkan karena
merubah keseluruhan fakta di masa lalu jika selama ini leluhur Bangsa Indonesia
bukan berasal dari Yunan.
Teori Awal Tentang Yunan
Teori awal tengan asal-usul
Bangsa Indonesia dikemukakan oleh sejarawan kuno sekaligus arkeolog dari
Austria, yaitu Robern Barron von Heine Geldern atau lebih dikenal von Heine
Geldern (1885-1968). Berdasarkan kajian mendalam atas kebudayaan megalitik di Asia
Tenggara dan beberapa wilayah di bagian Pasifik disimpulkan bahwa pada masa
lampau telah terjadi perpindahan (migrasi) secara bergelombang dari Asia
sebelah Utara menuju Asia bagian Selatan. Mereka ini kemudian mendiami wilayah
berupa pulau-pulau yang terbentang dari Madagaskar (Afrika) sampai dengan Pulau
Paskah (Chili), Taiwan, dan Selandia Baru yang selanjutnya wilayah tersebut
dinamakan wilayah berkebudayaan Austronesia. Teori mengenai kebudayaan
Austronesia dan neolitikum inilah yang sangat populer di kalangan antropolog
untuk menjelaskan misteri migrasi bangsa-bangsa di masa neolitikum (2000 SM
hingga 200 SM).
Teori von Heine Geldern tentang kebudayaan Austronesia
mengilhami pemikiran tentang rumpun kebudayaan Yunan (Cina) yang masuk ke Asia
bagian Selatan hingga Australia. Salah satunya pula yang melandasi pemikiran
apabila leluhur Bangsa Indonesia berasal dari Yunan. Teori ini masih sangat
lemah (kurang akurat) karena hanya didasarkan pada bukti-bukti kesamaan secara
fisik seperti temuan benda-benda arkeologi ataupun kebudayaan megalitikum.
Teori ini juga sangat mudah diperdebatkan setelah ditemukannya catatan-catatan
sejarah di Borneo (Kalimantan), Sulawesi bagian Utara, dan Sumatera yang saling
bertentangan dengan teori Out of Yunan. Sayangnya, masih banyak pendidikan
dasar di Indonesia yang masih mempertahankan prinsip ‘Out of Yunan’.
Teori L inguistik
Teori mengenai asal-usul
Bangsa Indonesia kemudian berpijak pada studi ilmu linguistik. Dari keseluruhan
bahasa yang dipergunakan suku-suku di Nusantara memiliki rumpun yang sama,
yaitu rumun Austronesia. Akar dari keseluruhan cabang bahasa yang digunakan
leluhur yang menetap di wilayah Nusantara berasal dari rumpun Austronesia di
Formosa atau dikenal dengan rumpun Taiwan. Teori linguistik membuka pemikiran
baru tentang sejarah asal-usul Bangsa Indonsia yang disebut pendekatan ‘Out of
Taiwan’. Teori ini dikemukakan oleh Harry Truman Simandjuntak yang selanjutnya
mendasar teori moderen mengenai asal usul Bangsa Indonesia.
Pada prinsipnya, menurut pendekatan ilmu linguistik, asal-usul suatu
bangsa dapat ditelusuri melalui pola penyebaran bahasanya. Pendekatan ilmu
linguistik mendukung fakta penyebaran bangsa-bangsa rumpun Austronesia. Istilah
Austronesia sendiri sesungguhnya mengacu pada pengertian bahasa penutur. Bukti
arkeologi menjelaskan apabila keberadaan bangsa Austronesia di Kepulauan
Formosa (Taiwan) sudah ada sejak 6000 tahun yang lalu. Dari kepulauan Formosa
ini kemudian bangsa Austronesia menyebar ke Filipina, Indonesia, Madagaskar
(Afrika), hingga ke wilayah Pasifik. Sekalipun demikian, pendekatan ilmu
linguistik masih belum mampu menjawab misteri perpindahan dari Cina menuju
Kepulauan Formosa.
Pendekatan Teori Genetika
Teori
dengan pendekatan ‘Out of Taiwan’ nampaknya semakin kuat setelah disertai
bukti-bukti berupa kecocokan genetika. Riset genetika yang dilakukan pada
ribuan kromosom tidak menemukan kecocokan pola genetika dengan wilayah di Cina.
Temuan ini tentunya cukup mengejutkan karena dianggap memutuskan dugaan
gelombang migrasi yang berasal dari Cina, termasuk di antaranya pendekatan ‘Out
of Yunan’. Sebaliknya, kecocokan pola genetika justru semakin memperkuat
pendekatan ‘Out of Taiwan’ yang sebelumnya juga dijadikan dasar pemikiran
arkeologi dengan pendekatan ilmu linguistik.
Dengan menggunakan pendekatan ilmu linguistik dan riset
genetika, maka asal-usul Bangsa Indonesia bisa dipastikan bukan berasal dari
Yunan, akan tetapi berasal dari bangsa Austronesia yang mendiami Kepulauan
Formosa (Taiwan). Direktur Institut Biologi Molekuler, Prof. Dr Sangkot Marzuki
menyarankan untuk dilakukan perombakan pandangan yang tentang asal-usul Bangsa
Indonesia. Dari pendekatan genetika menghasilkan beragam pandangan tentang pola
penyebaran bangsa Austronesia. Hingga saat ini masih dilakukan berbagai kajian
mendalam untuk memperkuat pendugaan melalui pendekatan linguistik tentang
pendekatan ‘Out of Taiwan’.
Jalur Migrasi
Jalur migrasi berdasarkan pendekatan ‘Out of Taiwan’
bertentangan dengan pendekatan ‘Out of Yunan’. Pendekatan ‘Out of Yunan’
menerangkan migrasi Austronesia bermula dari Utara menuju semenanjung Melayu
yang selanjutnya menyebar ke wilayah Timur Indonesia. Pendekatan ‘Out of Yunan’
dapat dilemahkan setelah ditelusuri berdasarkan pendekatan linguistik dan
diperkuat pula oleh pembuktian genetika.
Berdasarkan pendekatan ‘Out of Taiwan’, migrasi leluhur dari
Taiwan (Formosa) tiba terlebih dulu di Filipina bagian Utara sekitar 4500
hingga 3000 SM. Diduga migrasi dilakukan untuk memisahkan diri mencari wilayah baru
di Selatan. Akibat dari migrasi ini kemudian membentuk budaya baru, termasuk
diantaranya pembentukan cabang bahasa yang disebut Proto-Malayo-Polinesia
(PMP). Teori migrasi awal bangsa Austronesia dari Formosa disampaikan oleh Daud
A. Tanudirjo berdasarkan pandangan pakar linguistik Robert Blust yang
menerangkan pola penyebaran bangsa-bangsa Austronesia.
Pada tahap selanjutnya sekitar 3500 hingga 2000 SM terjadi
migrasi dari Masyarakat yang semula mendiami Filipina dengan tujuan Kalimantan,
Sulawesi, dan Maluku Utara. Migrasi yang berakhir di Maluku Utara ini kemudian
meneruskan migrasinya sekitar tahun 3000 hingga 2000 SM menuju ke Selatan dan
Timur. Migrasi di bagian Selatan menuju gugus Nusa Tenggara, sedangkan di
bagian Timur menuju pantai Papua bagian Barat. Dari Papua Barat ini kemudian
mereka bermigrasi lagi dengan tujuan wilayah Oseania hingga mencapai Kepulauan
Bismarck (Melanesia) sekitar 1500 SM.
Pada periode 3000 hingga 2000 SM, migrasi juga dilakukan ke
bagian Barat yang dilakukan oleh mereka yang sebelumnya menghuni Kalimantan dan
Sulawesi menuju Jawa dan Sumatera. Selanjutnya, hijrah pun diteruskan menuju
semenanjung Melayu hingga ke seluruh wilayah di Asia Tenggara. Proses migrasi
berulang-ulang dan menghabiskan masa ribuan tahun tidak hanya membentuk
keanekaragaman budaya baru, akan tetapi juga pola penuturan (bahasa) baru.
Penutup
Teori asal-usul Bangsa Indonesia dengan pendekatan ‘Out of
Taiwan’ saat ini adalah teori paling mendukung karena disertai bukti linguistik
dan genetika. Kesamaan pola budaya Megalitikum hanya bisa menjelaskan pola
variasi budaya, akan tetapi belum mampu untuk menjelaskan arus migrasi pertama
kali. Pendekatan ‘Out of Taiwan’ pun bukannya tanpa celah. Seperti yang
dikemukakan oleh Prof. Dr Sangkot Marzuki, teori mengenai keberadaan bangsa
Austronesia berdasarkan pendekatan genetika juga masih beragam dan belum
menemukan titik temu.
Jika ditanya motif suku-suku bangsa ketika itu untuk
menggabungkan diri ke dalam NKRI bukanlah semata didasarkan atas kesamaan
nasib. Kesamaan asal usul leluhur sangat dimungkinkan bagi melatarbelakangi
keinginan untuk menyatukan kembali menjadi suatu bangsa. Kedatangan kolonial
Eropa yang meng-kapling wilayah menyebabkan suku-suku bangsa di wilayah
penyebaran Austronesia menjadi terpisah secara politik satu dengan yang lain.
Tidak mengherankan apabila catatan sejarah Majapahit dan Sriwijaya wilayah
meng-klaim Nusantara sebagai wilayah kekuasaan Austronesia.
Kisah tentang sejarah asal-usul Bangsa Indonesia sesungguhnya
masih belum terungkap penuh. Temuan terbaru dari Prof. Dr Sangkot Marzuki
bahkan menyatakan jika penyebaran bangsa dengan bahasa Austronesia berawal dari
wilayah Sunda (Jawa Barat). Perlu kiranya pemikiran atau teori baru tentang
asal-usul Bangsa Indonesia dikaji ulang. Untuk awal, setidaknya dengan
membebaskan terlebih dahulu paham ‘Out of Yunan’.
Sekalipun belum ditemukan bukti-bukti genetika secara
meyakinkan, suku bangsa Austronesia yang menempati gugus kepulauan Formosa
(Taiwan) diduga kuat bermigrasi dari wilayah Utara (Cina). Rumpun bahasa
Austronesia dan keluarga bahasa lainnya di Asia Tenggara merupakan filum Bahasa
Austrik. Dilihat dari kekerabatan linguistik (hipotesis filum Austrik), semua bahasa
di wilayah Tiongkok bagian Selatan memiliki kedekatan (kekerabatan) dengan
rumpun Bahasa Austrik. Jika hendak ditarik benang merahnya, maka diskriminasi
rasial tidak perlu terjadi di negeri ini. Dengan memahami sejarah masa lalu
dirinya sendiri, setidaknya bangsa ini akan lebih bijaksana dalam memberikan
sikap.